HAK MEREK, UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN DAN KONVENSI-KONVENSI INTERNASIONAL HAK CIPTA
HAK MEREK
1.
Latar
Belakang
Banyak hal yang didapatkan
dari merek-merek terkenal terutama dalam hal ekonomi. Keuntungan dalam bentuk
materi akan mudah didapatkan dengan cara yang instan. Dimana pada saat ini
bayak sekali kasus yang numpang / nebeng dengan merek terkenal
agar dapat mendongkrak keuntungan dan poularitas sebuah merek yang kurang
mendapat perhatian dari konsumen. Banyak merek yang kelihatannya seperti merek
aslinya tetapi sebenarnya tidak palsu yang sering disebut dengan aspal (asli tapi
palsu).
Banyak alasan saat ini mengapa
tindakan pemanfaatan merek-merek terkenal dilakukan, diantaranya adalah agar
mudah dipasarkan mudah untuk bertransaksi jual beli, tidak perlu mengurus nomor
pendaftaran ke Dirjen HKI, mengurangi pengeluaran untuk untuk membangun citra
produknya (brand image) dan tidak perlu membuat divisi riset dan
pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date.
Jika hanya dipandang dari segi
ekonomi memang pemanfaatan merek akan memberi dampak luar biasa untuk meraup
keuntungan serta popularitas sebuah merek yang baru seumur jagung. Tiba-tiba
dengan cara yang gampang sudah menjadi konsumsi dimasyarakat. Kenyataan ini
memang tidak bisa disangkal karena fakta dilapangan, dimana msyarakat memiliki
kriteria untuk mengkonsumsi suatu produk. Salah satu dari kriteria tersebut
melihat merek sebuah produk kemudian baru membelinya.
Dengan berbagai kasus yang sudah
beranak pinak di tengah masyarakat ini membuat banyak merek yang di jiplak
/ contek. Baik dari segi bentuk, ukuran, warna, desain, tulisan,
penyebutan, gambar dan masih banyak lagi. Meski sudah dibuat regulasi yang
mengatur mengenai hal ini. Namum tetap saja plagiarisme masih melekat di
kehidupan masyarakat terutama dibidang perdagangan yang memang sangat erat
dengan merek. Sudah banyak merek yang mengalami penolakan dan tidak memenuhi
syarat untuk didaftarkan. Karena banyaknya merek kembar tetapi beda yang
ditemukan ditengah masyarakat.
Ternyata fakta yang ada menunjukkan
tidak hanya dalam merek yang berada dalam negeri. Kesamaan antara merek dalam
negeri dengan mereka diluar negeri juga dimungkinkan terjadi. Hal-hal lain juga
dapat dimungkinkan terjadi dan akan dibahas dan dikaji lebih mendalam lagi.
Dalam penolakan dan tidak didaftarkannya sebuah merek akan dibahas berdasarkan
dengan kasus yang sudah terjadi. Untuk dicari pemecahan masalah dan diberikan
kesimpulan yang bersifat ilmiah.
2. Penggunaan
Hak Merek
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang No. 15 mengenai Merek
Tahun 2001, merek merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang maupun
jasa. Selain pengertian diatas, pengertian merek menurut beberapa para ahli
yaitu antara lain:
1. Menurut
H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., Merek merupakan suatu tanda dengan mana suatu
benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan benda lain yang sejenis.
2. Menurut
Prof. R. Soekardono, S.H., merek merupakan sebuah tanda (Jawa: Siri atau
Tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, di mana perlu juga
dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitas barang dalam perbandingan
dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang
atau badan-badan perusahaan lain.
3. Essel
R. Dillavou, Sarjana Amerika Serikat, sebagaimana dikutip oleh Pratasius
Daritan, merumuskan seraya memberikan komentar bahwa, Tidak ada definisi yang
lengkap yang dapat diberikan untuk suatu merek dagang, secara umum adalah suatu
lambang, simbol, tanda, perkataan atau susunan kata-kata di dalam bentuk suatu
etiket yang dikutip dan dipakai oleh seorang pengusaha atau distributor untuk
menandakan barang-barang khususnya, dan tidak ada orang lain mempunyai hak sah
untuk memakainya desain atautrade mark menunjukkan keaslian tetapi
sekarang itu dipakai sebagai suatu mekanisme periklanan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa merek merupakan suatu tanda yang membedakan antara benda
yang satu dengan benda lainnya serta dalam hal jaminan kualitas yang digunakan
dalam dunia perdagangan baik barang maupun jasa. Dengan demikian suatu benda
dapat dikenal dan diingat oleh masyarakat melalui merek tersebut.
Merek memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai pembeda yang
membedakan antara benda yang satu dengan lainnya, sebagai jaminan reputasi
yaitu sebagai asal muasal suatu produk sekaligus memberikan jaminan kualitas
atas suatu produk maupun jasa serta berfungsi sebagai media promosi bagi
produsen yang memproduksi benda maupun jasa tersebut.
Merek adalah tanda pengenal dari mana asal muasal produk
maupun jasa yang ditempelkan pada sebuah produk tersebut, hal ini berarti merek
bukanlah jenis dari produk tersebut. Merek hanya sebuah benda immateril yang
tidak dapat memberikan apapun secara fisik. Merek hanya menimbulkan rasa
kepuasan tersendiri bagi pembeli, produk yang ditempel merek itulah yang dapat
dinikmati. Hal ini yang memberikan bukti bahwa hak atas merek juga merupakan
bagian dari hak kekayaan intelektual.
2.1 Istilah-istilah
Terdapat
beberapa istilah dalam pembahasan mengenai hak merek. Berikut ini merupakan
beberapa istilah dalam pembahasan merek menurut Undang-undang No. 15 tahun 2001
tentang merek yaitu antara lain:
Ø Merek
Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh
seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang-barang sejenis lainnya.
Ø Merek
Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Ø Merek
Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis
lainnya.
Ø Konsultan
Hak Kekayaan Intelektual adalah orang yang memiliki keahlian di bidang hak
kekayaan intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan
pengurusan Permohonan Paten, Merek, Desain Industri serta bidang-bidang hak
kekayaan intelektual lainnya dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan
Intelektual di Direktorat Jenderal.
Ø Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek terdaftar kepada pihak lain
melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak)
untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang
dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
Ø Hak
Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari
negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of
Industrial Property atauAgreement Establishing the World Trade
Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di
negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota
salah satu dari kedua perjanjian itu, selama pengajuan tersebut dilakukan dalam
kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for the
Protection of Industrial Property.
Para
produsen menggunakan merek dengan alasan untuk :
1. Menunjukan suatu standar
kuliatas/mutu tertentu menerima sehingga diharapkan dapat memperoleh jumlah
penjualan dan penguasaan pasar yang stabil.
2. Untuk membedakan
produk-produk tersebut dengan produk produk saingan yang ada dipasaran – sebab
seorang konsumen yang ingin membeli produk akan mengenali ciri-ciri dari produk
tersebut, sehingga dengan adanya “merek” pada produk mudah dibedakan.
Pemberian
merek pada suatu produk dengan alasan :
1. Pertama : untuk tujuan identifikasi guna
mempermudah penanganan atau mencari jejak produk yang dipasarkan.
2. Kedua
: melindungi produk yang unik (diferensisai) dari kemungkinan ditiru para
pesaing.
3. Ketiga
: produsen menggunakan merek untuk menekanakan ”mutu” tertentu yang ditawarkan
dan untuk mempermudah konsumen menemukan kembali produk tersebut.
4. Keempat
: sebagai landasan untuk mengadakan defensisai harga.
Penggunaan merek untuk “dagang” yang digunakan
oleh suatu perusahaan dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu
:
1. Merek
dagang untuk perusaahan (manufaktur brands)
a. Nama,
merek yang digunakan untuk produk-produk tertentu yaitu merek-merek yang
digunakan untuk masing-masing produk berbeda dengan produk lainnya. Contohnya
Unilever memproduksi dan memasarkan sabun mandi merek Lux dan Lifeboy.
b. Nama,
merek keluarga perusahhan yang digunakan untuk seluruh produk secara
kolektif (a blanket family name for all products). Contohnya perusahaan
Thosiba untuk seluruh produk dari hasil produksinya.
c. Nama,
merek keluarga dipisahkan untuk seluruh produk (sparate family names for all
products). Contohnya deodorant AXE (hanya digunakan untuk merek deodorant bagi
laki-laki), dan Laurier (pembalut khusus bagi wanita).
d. Nama,
merek dagang perusahaan yang digunakan dikombinasikan dengan nama produk
masing-masing (company trade name combined with individual product names).
Contohnya merek Jhonnson & jhonnson (untuk produk bayi) atau digunakan
untuk obat biang keringat. Atau merek mobil Toyota (digunakan untuk merek
Toyota Crown , Toyota Kijang, Toyota Corona dan Toyota Corola).
2. Merek
Dagang Untuk Pendistribusian
Banyak
pengusaha menggunakan merek dagang untuk produk yang dipasarkan dilihat dari
manfaat atau kegunaanya dari merek tersebut, baik bagi produsen, penyalur
ataupun bagi konsumen sebAgai berikut:
Manfaat
pengguna merek bagi produsen :
Sebagai
landasan untuk melakukan identifikasi sehingga memudahkan mereka
mencari/membedakannya dari merek lain.
1. Untuk
mencegah / menghindari peniruan ciri khas dari suatu produk.
2.
Untuk menunjukan taraf mutu
tertentu atas produk yang ditawarkan.
3. Untuk
membantu/memudahkan konsumen mencari produk yang mampu memuaskan / memenuhi
kebutuhan dan keinginanya.
4. Sebagai
dasar untuk membedakan harga dari produk-produknya.
Manfaat
penggunaan merek bagi penyalur adalah :
1. Untuk
mempermudah penanganan produk.
2. Untuk
mempermudah mengetahui penawaran produk.
Manfaat
Penggunaan Merek bagi konsumen adalah:
Sedangkan manfaat penggunaan merek
bagi konsumen adalah agar mempermudah mereka mengidentifikasi produk yang
diingiknkanya.penggunaan merek memudahkan perusahaan untuk menjadi “price
maker” dan bukan sekedar “price taker”,karena melalui “merek” memungkinkan
suatu perusahaan terhindar dari jebakan komoditas yang semakin beragam.
2.2 Jenis
Merek
Menurut
Undang-undang Merek tahun 2001, jenis merek meliputi merek dagang dan merek
jasa, seperti yang tercantum dalam pasal 2 yang berbunyi “Merek sebagaimana
yang diatur dalam Undang-undang ini meliputi Merek Dagang dan Merek Jaasa.”.
Menurut beberapa ahli, klasifikasi merek digolongkan sebagai berikut.
1. Menurut
Suryatin, Merek dibedakan berdasarkan bentuk dan wujudnya, yaitu antara lain:
- Merek
Lukisan (Bell Mark).
- Merek
Kata (World Mark).
- Merek
Bentuk (Form Mark).
- Merek
Bunyi-bunyian (Klank Mark).
- Merek
Judul (Title Mark).
2. Menurut R.M
Suryodiningrat, Merek diklasifikasikan menjadi:
- Merek
kata yang terdiri dari kata-kata saja.
- Merek
lukisan adalah merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah,
setidaktidaknya jarang sekali dipergunakan.
- Merek
kombinasi kata dan lukisan, banyak sekali digunakan.
3. Menurut
Prof. Soekardono, S.H., yang terpenting bagi sebuah merek yaitu harus memiliki
daya pembeda, yaitu diwujudkan dengan:
- Cara
yang oleh siapapun mudah dapat dilihat (Beel Mark).
- Merek
dengan perkataan (World Mark).
- Kombinasi
dari merek atas penglihatan dari merek perkataan.
2.3 Persyaratan
Merek
Syarat
mutlak yang harus dipenuhi sebuah merek yaitu harus daya pembeda yang cukup
sehingga susunan gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasinya harus diatur sedemikian rupa sehingga cukup kuat untuk
membedakan antara barang dan yang diproduksi suatu perusahaan atau perorangan
dengan barang dan jasa dari perusahaan maupun perorangan lainnya. Ketentuan
mengenai diterima atau tidaknya suatu merek diatur dalam Undang-undang Merek
tahun 2001 pasal 4, 5 dan 6 berikut ini:
Bagian
Kedua
Merek yang
Tidak Dapat Didaftar dan yang Ditolak
Pasal 4
Merek
tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang
beriktikad tidak baik.
Pasal 5
Merek
tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di
bawah ini:
a. bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan,
atau ketertiban umum;
b. tidak
memiliki daya pembeda;
c. telah
menjadi milik umum; atau
d. merupakan
keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya.
Pasal 6
(1) Permohonan
harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang
sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik
pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang
sudah dikenal.
(2) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang
dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang
akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Permohonan
juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. merupakan
atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki
orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
b. merupakan
tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol
atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;
c. merupakan
tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh
negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak
yang berwenang.
3.
Undang-
Undang Hak Merek
untuk
undang-undang tentang hak merek dapat di download atau di lihat pada http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/merek.pdf
UNDANG-UNDANG
PERINDUSTRIAN
1.
Latar
Belakang
Sasaran pokok yang
hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan
antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam
struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar
pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang
punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus
menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan
rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak
pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan
sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di
bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat
penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja
berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu
mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi
pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan
rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil
industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat
hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri.
Dalam rangka kebutuhan
inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan
untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan
ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang
kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim
usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat
memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.
2.
UNDANG-UNDANG NOMOR 5/1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN
1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT
TUHAN YANG MAHA ESA,
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa
tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang
merata
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan
Nasional adalah
Pembangunan
Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional
adalah
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah
pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah
tercapainya
struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang
maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan
pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk
mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional,
industri
memegang
peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara
seimbang
dan terpadu
dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan
secara
optimal
seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa
berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi
pengaturan,
pembinaan, dan
pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya
perangkat
hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang
tentang
Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5
ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 109,
Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2048);
3.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun
1967 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara
Tahun 1970 Nomor
1, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2918);
5.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
(Lembaran Negara
Tahun 1974
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan
Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan
Negara
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara
Nomor 3234).
Dengan
persetujuan:
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG
TENTANG PERINDUSTRIAN
KONVENSI-KONVENSI INTERNASIONAL HAK CIPTA
Perlindungan hak cipta secara
domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi
menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong
kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin
disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu
benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional.
Hak Cipta adalah hak khusus bagi
pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Konvensi-konvensi internasional
merupakan suatu perjanjian internasional antar negara yang dimana telah diatur
dan disepakati bersama. Terkadang perjanjian tersebut telah mengalami revisi
dan penyempurnaan berulang kali dengan tujuan memenuhi keinginan perlindungan
terhadap hasil karya dari si pencipta. Beberapa contoh konvensi-konvensi
internasional seperti Berner Convention atau Konvensi Berner,
UCC (Universal Copyright Convention) dan beberapa contoh
konvensi-konvensi lainnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Penulisan pada tugas ini saya akan membahas beberapa contoh tersebut.
1. Berner Convention
Konvensi Bern, sebagai suatu
konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886) yang
secara keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda pada 1 November
1912 juga memberlakukan
keikutsertaannya pada
Konvens Bern, selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia.
Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris
yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada,
India, New Zealand dan Afrika Selatan Konvensi Bern, Law Making Treaty, dengan
memberlakukan secara terbuka bagi semua negara yang belum menjadi anggota.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip
dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam
perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a. Prinsip national
treatment
Ciptaan yang berasal dari salah satu
negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama
seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
b. Prinsip automatic
protection
Pemberian perlindungan hukum harus
diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional
upon compliance with any formality)\
c. Prinsip independence
of protection
Bentuk perlindungan hukum hak cipta
diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara
asal pencipta
2.
Univesal
Copyright Convention (UCC)
Konvensi Internasional Hak Cipta (Univesal
Copyright Convention) diselenggarakan pada tahun 1952 yang ditandatangani
di Geneva. Konvensi ini direvisi kembali di Paris pada tahun 1971, menentukan
secara umum lamanya perlindungan hak cipta tidak boleh kurang dari selama hidup
pencipta dan 25 (dua puluh lima) tahun setelah meninggal dunia. Pada ayat (2b)
disebutkan bahwa perlindungan hak cipta bisa didasarkan pada saat pertama
diumumkan atau didaftarkan. Lamanya perlindungan tidak boleh kurang dari 25
(dua puluh lima) tahun mulai pada saat pengumuman atau pendaftaran karya cipta
tersebut.
Konvensi Internasional Hak Cipta (Universal
Copyright Convention) pada pasal 4 ayat (3), memberikan ketentuan khusus
lamanya perlindungan untuk karya cipta tertentu, yaitu bidang fotografi dan
seni pakai (applied art). Lamanya jangka waktu perlindungan bisa
disesuaikan dengan lamanya perlindungan untuk bidang pekerjaan artistik (artistic
work), atau paling minimal tidak boleh kurang dari 10 (sepuluh) tahun.
DAFTAR
PUSTAKA
https://hukum2industri.wordpress.com/2011/06/07/konvensi-internasional-tentang-hak-cipta/
Komentar
Posting Komentar